2 Cerpen Karya Pemenang Konturation 2020



Dalam acara KONTURATION (Kontur with Your Heart) kali ini, LPM KONTUR FT UMS mengangkat tema "Mental Health" yang merupakan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat berbagai negara di dunia. Mental issue dewasa ini banyak menjangkiti kaum muda. Dengan mengangkat tema ini, kami berharap masyarakat lebih menanggapi masalah kesehatan ini sebagai sesuatu yang serius serta menjaga kesehatan mentalnya dengan baik. Dalam event kali ini, LPM KONTUR FT UMS menyelenggarakan 5 cabang lomba, yaitu puisi, poster, fotografi, cerpen dan esai. Berikut karya-karya menginspirasi yang terpilih sebagai pemenang:


Juara I
Khansa Nindya Rafika
(Farmasi)


LOVE YOUR SELF FIRST 


Sebelumnya perkenalkan aku Aluna Trinata, panggil saja Una. Aku sudah lulus dari Universitas swasta di Ibu Kota. Cerita aku ini hanya ingin membuat kalian untuk lebih mencintai diri sendiri, seperti lagu Justin Bieber yang berjudul love your self. Ceritaku dimulai saat kelulusan SMA aku ditolak dikampus negeri manapun dan itu membuatku putus asa. Jika aku tidak diterima di PTN, aku tidak akan melanjutkan kuliah karena ayah dan bunda tidak punya cukup uang untuk menguliahkan di kampus swasta. Suara ketukan pintu terdengar “Nak, ayah akan berusaha sebisa mungkin. Kamu jangan seperti ini yah.” Ucapnya begitu pasrah dan terlihat nada kecewa “Bunda hanya mohon kamu bersabar dulu, buka pintu kamu ya? Jangan berbuat yang aneh didalam.” Aku mendengar suara isakan tangis bunda. “Bun.. maafin Una. Ayah.. maafin aku. Una masih belum bisa membanggakan kalian.” Aku pun segera memeluk mereka berdua. Kejadian itu membuatku begitu sedih karena aku merasa sangat egois. Sebelum melanjutkan kuliah, aku memutuskan untuk berjuang keras belajar sambil bekerja menjadi pelayan di supermarket dan membantu berjualan dagangan ibu keliling desa. Alhamdulillah perjuangan terbayarkan, namun aku mendapatkan panggilan di PTS dengan jalur beasiswa. Lingkungan di Ibu Kota begitu keras dan banyak hal yang membuat aku harus menjadi seseorang yang kuat dengan segala bentuk pergaulan yang buruk disini. Sore itu aku bertemu Ayna, ia adalah teman kelas ku “Una, hari ini ada party dirumah gua. Lo bisa dateng, tapi sorry banget nih kayanya nanti ga ada yang pada pakai jilbab dan ya kita cuman sediain bir sama soda aja. So, kalau lo mau ikut mending penampilan lo di ubah ya.” Saat Ayna akan meninggalkan kelas aku pun menanggapi tawarannya “Emm, next time ya. Sorry Na, aku ada kerja dicafe setelah ini.” Ayna pergi begitu saja, namun dia berbalik lagi “Kalau kaya gini terus, mana ada orang yang mau temenan sama lo. Jadi anak jangan cupu kaya gini, keluar dari zona nyaman lo.” Ucapannya membuatku diam seketika. Ucapan Ayna membuatku tidak bisa fokus dengan pekerjaan, aku menatap langit untuk menenangkan pikiranku “Ya Tuhan.., aku hanyalah anak desa yang ingin mengejar cita-cita dan membahagiakan kedua orang tuaku. Aku tidak mengerti hal buruk apa saja yang ada disini, tapi aku sampai sekarang belum mendapatkan teman seperti yang lain.” ucapku dengan perasaan yang sedih. Setelah selesai bekerja aku segera pulang dan beristirahat. Setiap hari hidupku hanya seperti ini saja, aku rindu ayah dan bunda tapi rumah ku sangat jauh untuk pulang harus melewati pulau. Menangis, itu yang bisa aku lakukan jika rindu mereka. Tiba-tiba handphone aku berbunyi “Assalamualaikum?” ucapku dengan cepat “Ini no ayah yang baru Una.” Suara itu membuatku tidak bisa menahan air mata “Ayah dan bunda sehat? Una rindu kalian. ”Aku menahan sesak didalam dada “Nak, sebentar lagi kan kamu akan wisuda. Berjuanglah terus, saat kamu wisuda ayah dan bunda akan mengusahakan untuk datang. Ya sudah selesaikan skripsi kamu dulu, nanti akan ayah telpon lagi.” Tut.. tut.. suara panggilan terputus. “Aku harap bisa berdiri didepan ribuan orang saat wisuda nanti, ingin aku menyampaikan kepada semua orang bahwa aku bisa kuat seperti ini karena ayah dan bunda.” Ku usap air mata yang membasahi kedua pipiku. Sebulan yang lalu aku berjuang untuk menyelesaikan semua revisi skripsi, aku tahu hidup disini begitu berat. Andai dapat memutar waktu, aku akan memilih kuliah dekat dengan ayah dan bunda walaupun aku harus bertemu teman SMP dan SMA. Satu minggu lagi adalah hari wisuda aku, dimana aku mengharapkan semua kebahagian akan datang. Aku mempersiapkan segala hal keperluan wisuda dan sesekali menikmati sisa hari aku disini dengan pergi ke taman untuk menenangkan pikiranku. Saat aku akan kembali pulang tidak sengaja menabrak punggung seseorang, “ Maaf aku tidak sengaja, tadi aku berjalan tidak melihat kedepan.” Aku masih menundukan wajahku “Aluna? ini kamu?” suara itu aku tidak asing, dia nampak mirip dengan seseorang dimasa lalu. Aku mencoba menatap wajah nya dan ternyata “Pandu?” aku diam seketika “Apa kabar? Kamu terlihat sangat berbeda saat di SMP dulu. Oh iya mumpung kita ketemu aku mau jujur. Maaf dulu aku sering mengerjai kamu bahkan membuat kamu dipermalukan didepan umum saat kamu jujur suka ke aku. Aku menolak karena kamu terlihat sangat kutu buku dan saat itu aku merasa gengsi, maafin aku merasa menyesal sekarang.” Ya tuhan beri aku kekuatan untuk membalas ucapan Pandu “Hai? Aluna kamu takut sama aku? Maaf sekali lagi sudah membuat kamu seperti ini.” Pandu menunduk tampak begitu sedih “Semuanya sudah berlalu, kita sudah dewasa. Aku pergi dulu.” Sebelum aku pergi aku mendengar ucapan Pandu begitu mengoyahkan pertahananku “Aku akan berubah menjadi seseorang yang lebih baik dari dulu.” Tanpa sadar aku menangis karena pertahananku runtuh begitu saja, bayangan dulu kembali datang dimana satu sekolah menertawai aku dan aku dibuat bahan lelucon mereka. Disatu sisi Pandu adalah orang yang aku cintai sampai saat ini, dan ia yang membuatku hancur. “Selama tujuh tahun aku berusaha melupakan perasaanku dari hal memalukan itu, aku tertekan apa kamu tahu?” tanpa terduga Pandu memberikan aku sabu tangan “Aku tahu besok kamu akan wisuda dan tanpa kamu tahu kita satu almamater. Sampai jumpa besok, aku ingin berjumpa dengan ayah dan ibu kamu dan segera meminangmu.” Setelah itu tanpa menunggu aku menjawab ia pun pergi begitu saja. Kejadian kemarin masih teringat bahkan membuat aku tidak fokus, aku abaikan pikiranku ini. Didalam ruangan yang besar ini, saat nama aku dipanggil untuk menyampaikan pidato perwakilan angkatan, air mata aku seketika jatuh saat melihat ayah dan bunda ada disana. “Sebelumnya terima kasih saya ucapkan kepada semua orang yang sudah hadir dalam hidup saya. Saya terlahir dalam keluarga yang sangat sederhana, namun saya bersyukur. Tujuan saya hanya ingin menuntut ilmu, membahagiakan ayah dan bunda. Saya berjuang disini untuk mereka. Jangan pernah sekali-kali untuk merendahkan, memanfaatkan bahkan membully siapapun. Kita tidak tahu dampak apa yang akan terjadi. Cintailah diri kita, syukuri apa yang ada dan tetap kuatkan diri kita agar tidak mudah dilemahkan orang lain. Terima kasih.” Aku segera turun dan menemui mereka, ayah dan bunda yang sangat aku rindukan. Bagaimana dengan janji Pandu? Alhamdulillah dia menepatinya dan aku harap hidupku jauh lebih baik setelah ini, terimakasih tuhan. Penutup cerita ini aku hanya ingin menyampaikan bahwa hal yang terjadi pada diri kita baik dan buruk pasti akan kita rasakan seiring berjalannya waktu. Cintai diri kamu dengan segala kurangnya, syukuri segala hal yang ada. Jauhkan untuk memikirkan hal yang tidak penting, jangan merasa tertekan disegala hal yang akan membuat kamu terbebani. Hidup dengan kesehatan jiwa yang baik, emosional yang baik dan pemikiran yang selalu baik akan mempengaruhi efek dalam diri kita sendiri serta love your self first it’s much better than anything






Juara II
Nurul Wijayanti
(Farmasi)



Malaikat Bumi

Masih sama seperti biasanya, mimpi yang berulang kali datang di kala mata terpejam. Aku menghembuskan napas panjang, berharap sesuatu itu tidak akan datang di kala besok pagi. Terkadang aku berniat untuk sembuh, berniat untuk memiliki hidup normal seperti manusia pada umumnya. Berniat menghabiskan sisa perjalananku dengan cara semestinya. Jangan berpikir bahwa itu hanya sebuah angan angan. Semenjak 4 tahun mimpi itu datang, aku berusaha mengobati semuanya, tentang kelam yang merenggut masa kecilku.

Koridor kelas tampak ramai, pantas saja karena jam sudah menunjukan hampir pukul 7 pagi. Aku benci ketika semua tatapan tertuju ke arahku sembari berbisik. Aku memilih berbelok menuju lorong yang sepi, seolah semua lelaki di sini akan menyakitiku dan itu membuatku sesak napas bahkan bergemetar hebat. Trauma masa lalu begitu membekas dalam diri, aku tahu semua ini bukan kemauanku. Hanya saja setiap kali trauma itu datang aku berharap satu dari sekian banyak orang mau mengulurkan tangan menarikku dari jurang kegelapan.

Langkahku semakin cepat menggapai bangku belakang di sudut kelas, sebentar lagi kelas akan segera dimulai. Suara ketukan sepatu terdengar, bersamaan dengan guru dan seorang siswa yang sepertinya bukan murid sekolah ini, aku tidak yakin juga. Senyap langsung menyergap suasana ruangan, semua mata tertuju ke depan dengan pandangan penuh tanya. Mataku melirik ke samping, lelaki tadi duduk di meja kosong di sampingku

Bel istirahat sudah berbunyi, tiba tiba saja lelaki tadi sudah  berada di samping. Aku terkejut hingga menjatuhkan sendok yang aku pegang. “ Boleh duduk disini?  perkenalkan aku Fahri, biar aku tebak namamu Almira”. Aku hanya diam tak menanggapi, dia bahkan tidak segan segan menceritakan alasan kepindahan dan kehidupan lamanya aku tetap tidak peduli. Aku menghela napas “Aku rasa kamu bisa melihat banyak bangku kosong di ruang ini, kamu mengerti maksudku ?”. 

Hari semakin menjelang senja, entah mengapa aku bisa tertidur di kelas. Jam sudah menunjukan pukul 6 sore, jalanan semakin sepi tidak satupun kendaraan umum lewat. Terpaksa aku putuskan berjalan kaki sampai rumah, aku merutuki kecerobohanku. Pikiran negatif mulai menyergap di kepala, bayangan seseorang yang akan mengganggu dan menyeretku entah kemana. Tubuhku bergemetar hebat, pandanganku menelusuri jalanan, berkali kali kutolehkan ke belakang dan ke samping. Tiba tiba saja sorot lampu mengenai wajahku, tampak seseorang berjaket hitam mengenakan helm turun dari motor.

             Di sinilah, berada di balkon kamar sembari menyesap teh. Sekilas kejadian tadi masih terngiang jelas dipikiran. Tunggu sebentar, ada satu hal penting yang tidak kusadari. Sejak kedatangannya tadi pagi entah mengapa tubuhku tidak beraksi seperti biasanya, semuanya terasa normal.

Sorak ramai terdengar dari luar kelas, diikuti dengan segerombolan siswa yang muncul di balik pintu. Pikiranku bercabang, aku takut tidak bisa mengontrolnya. Terlihat sepasang sepatu berhenti tepat di sebelah meja. Aku mendongakan kepala dengan takut. “ Kamu, jadi asisten kami minggu ini” ujar sosok yang tepat ada di hadapanku. Dia melemparkan tas di punggungnya ke arahku. Tanganku berkeringat dingin, apalagi yang akan aku hadapi kali ini. Aku terkejut dengan dia yang tiba tiba saja duduk di sampingku. Dengan tidak sengaja aku berteriak keras  “Jangan mendekat.. aku mohon menjauhlah“. Dia sedikit terkejut dengan teriakanku. “ Hei.. kamu tidak apa apa?” tanyanya sembari menyentuh lenganku. “ Pergi..pergi..jangan sentuh aku jangan sentuh aku, pergi aku mohon pergi..” teriakku dengan isak tangis. Aku mulai melemparkan barang yang ada di sekitarku. Aku tidak bisa mengendalikan diriku sekarang. Sekelebat ingatan terlintas di pikiranku. “ Almira.. ikut keruangan ibu sekarang juga” itu suara Bu Indah.

Aku merenung mengenai kejadian tadi pagi. Selepas dari ruangan Bu Indah aku memutuskan untuk beristirahat di rumah, beruntung beliau mau mengerti. Sudah kuputuskan, aku akan membujuk kakak agar diperbolehkan untuk homeschooling atau tinggal saja dengannya di Paris. Lelah, lelah sekali dengan kehidupanku saat ini. Mulai dari kejadian yang menimpa keluargaku hingga kejadian pelecehan 5 tahun lalu. Perlahan air mata mengalir dipipi. Aku tidak bisa menahannya, selama ini rasa sesak itu selalu kusimpan sendiri.

Pagi telah kembali, aku berdiam diri menikmati udara yang berhembus. Mungkin akan lebih baik untuk seperti ini saja, menghindari dunia luar dengan berdiam diri di rumah. Suara dering telepon membuyarkan lamunanku. Menghembuskan napas kasar, baru saja kakak menceramahiku di telepon. Dia mendapat laporan aku bolos sekolah 3 hari ini. Iya aku tidak tahu harus melakukan apa selain menenangkan diri. Memang sejak malam itu banyak notifikasi yang masuk, hingga pagi ini saja sudah ribuan. Aku membiarkannya saja, lebih baik pergi ke rumah sakit untuk menemui ibu.

Malam telah datang, terdengar suara notifikasi beruntun muncul. Penasaran, akhirnya aku mencoba mengeceknya. Terkejut, sudah 3 hari ini hampir semua teman kelas mengirimkanku pesan. Aku masih bisa melihat pesan dari Fahri yang menyuruhku untuk membuka grup kelas. Sebuah video dengan caption maafkan kami, aku membukanya. Ini lapangan sekolahku, aku tidak tau apa ini. Terlihat semua siswa berbaris dengan menjunjung tinggi kertas juga dengan guru guru yang ada disana. Terharu, aku meneteskan air mata melihat ini semua. Mereka semua mengucapkan kalimat maaf dan juga menyemangatiku. Mulai dari kelas 10, kelas 11 dan juga kelas 12. Terakhir Fahri berdiri tegap melangkah maju ke depan mengatakan sesuatu.

Dering telepon membangunkanku dari mimpi, ini masih pukul 2 pagi. Perasaanku mengatakan akan ada sesuatu. Aku terburu buru pergi ke rumah sakit dengan Pak Maman supir pribadiku. Sesampainya disana, aku langsung bertanya kepada perawat apa yang terjadi. Bruk..tubuhku terjatuh lemas di atas lantai. Ini tidak mungkin terjadi, aku menerobos pintu untuk melihat seseorang yang terbaring di sana. Pupus sudah, sekarang aku benar benar hidup sendiri.

Pagi telah kembali, aku terduduk lemas menatap jendela. Aku menatap yakin dengan benda kecil yang ada ditanganku ini. Perlahan aku menggoreskan di pergelangan tangan. Brak.. pintu kamar terbuka dengan lebar, aku terkejut. “ Apa yang kamu lakukan? kamu gila” ujar Fahri. “ Itu bukan urusanmu, kamu tidak tahu apa apa. Jadi tolong jangan halangi aku ” jawabku dengan penekanan. Dia berusaha merebut benda ditanganku “ Dengan tindakan kamu yang seperti ini itu tidak akan membuat semuanya kembali. Tolong hargai hidupmu sendiri”.        Prang.. benda tadi kujatuhkan begitu saja. Aku menekuk lutut dengan isak tangis.

Aku berjalan membawa sepucuk surat untukku kurimkan di sana. Aku sangat beruntung masih memiliki kakakku di dunia ini dan sempat bertemu seseorang di sana. Meskipun aku kecewa dengan ibu yang memutuskan bunuh diri. Aku pernah memohon kepada Tuhan agar di kirimkan sesosok malaikat ke bumi namun tidaklah kusangka takdir akan mendengarnya. Selama ini aku terlalu berkutat dengan masa lalu tanpa berpikir kisahku belum berakhir. Aku sungguh menyesal, mengapa diri ini tidak bisa diandalkan oleh dirinya sendiri. Kini aku bertekad semua yang lalu akan aku simpan saja nanti, terlahir sebagai orang baru mungkin bukan ide yang buruk.



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama