Dalam acara KONTURATION (Kontur with Your Heart) kali ini, LPM KONTUR FT UMS mengangkat tema "Mental Health" yang merupakan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat berbagai negara di dunia. Mental issue dewasa ini banyak menjangkiti kaum muda. Dengan mengangkat tema ini, kami berharap masyarakat lebih menanggapi masalah kesehatan ini sebagai sesuatu yang serius serta menjaga kesehatan mentalnya dengan baik. Dalam event kali ini, LPM KONTUR FT UMS menyelenggarakan 5 cabang lomba, yaitu puisi, poster, fotografi, cerpen dan esai. Berikut karya-karya menginspirasi yang terpilih sebagai pemenang:
Malaikat Bumi
Masih sama seperti
biasanya, mimpi yang berulang kali datang di kala mata terpejam. Aku
menghembuskan napas panjang, berharap sesuatu itu tidak akan datang di kala
besok pagi. Terkadang aku berniat untuk sembuh, berniat untuk memiliki hidup
normal seperti manusia pada umumnya. Berniat menghabiskan sisa perjalananku
dengan cara semestinya. Jangan berpikir bahwa itu hanya sebuah angan angan. Semenjak
4 tahun mimpi itu datang, aku berusaha mengobati semuanya, tentang kelam yang
merenggut masa kecilku.
Koridor
kelas tampak ramai, pantas saja karena jam sudah menunjukan hampir pukul 7 pagi.
Aku benci ketika semua tatapan tertuju ke arahku sembari berbisik. Aku memilih berbelok
menuju lorong yang sepi, seolah semua lelaki di sini akan menyakitiku dan itu
membuatku sesak napas bahkan bergemetar hebat. Trauma masa lalu begitu membekas
dalam diri, aku tahu semua ini bukan kemauanku. Hanya saja setiap kali trauma
itu datang aku berharap satu dari sekian banyak orang mau mengulurkan tangan
menarikku dari jurang kegelapan.
Langkahku
semakin cepat menggapai bangku belakang di sudut kelas, sebentar lagi kelas
akan segera dimulai. Suara ketukan sepatu terdengar, bersamaan dengan guru dan
seorang siswa yang sepertinya bukan murid sekolah ini, aku tidak yakin juga.
Senyap langsung menyergap suasana ruangan, semua mata tertuju ke depan dengan
pandangan penuh tanya. Mataku melirik ke samping, lelaki tadi duduk di meja
kosong di sampingku
Bel
istirahat sudah berbunyi, tiba tiba saja lelaki tadi sudah berada di samping. Aku terkejut hingga
menjatuhkan sendok yang aku pegang. “ Boleh duduk disini? perkenalkan aku Fahri, biar aku tebak namamu
Almira”. Aku hanya diam tak menanggapi, dia bahkan tidak segan segan menceritakan
alasan kepindahan dan kehidupan lamanya aku tetap tidak peduli. Aku menghela
napas “Aku rasa kamu bisa melihat banyak bangku kosong di ruang ini, kamu
mengerti maksudku ?”.
Hari
semakin menjelang senja, entah mengapa aku bisa tertidur di kelas. Jam sudah
menunjukan pukul 6 sore, jalanan semakin sepi tidak satupun kendaraan umum
lewat. Terpaksa aku putuskan berjalan kaki sampai rumah, aku merutuki
kecerobohanku. Pikiran negatif mulai menyergap di kepala, bayangan seseorang
yang akan mengganggu dan menyeretku entah kemana. Tubuhku bergemetar hebat,
pandanganku menelusuri jalanan, berkali kali kutolehkan ke belakang dan ke samping.
Tiba tiba saja sorot lampu mengenai wajahku, tampak seseorang berjaket hitam
mengenakan helm turun dari motor.
Di sinilah, berada di balkon kamar sembari
menyesap teh. Sekilas kejadian tadi masih terngiang jelas dipikiran. Tunggu
sebentar, ada satu hal penting yang tidak kusadari. Sejak kedatangannya tadi
pagi entah mengapa tubuhku tidak beraksi seperti biasanya, semuanya terasa
normal.
Sorak
ramai terdengar dari luar kelas, diikuti dengan segerombolan siswa yang muncul
di balik pintu. Pikiranku bercabang, aku takut tidak bisa mengontrolnya. Terlihat
sepasang sepatu berhenti tepat di sebelah meja. Aku mendongakan kepala dengan
takut. “ Kamu, jadi asisten kami minggu ini” ujar sosok yang tepat ada di hadapanku.
Dia melemparkan tas di punggungnya ke arahku. Tanganku berkeringat dingin,
apalagi yang akan aku hadapi kali ini. Aku terkejut dengan dia yang tiba tiba
saja duduk di sampingku. Dengan tidak sengaja aku berteriak keras “Jangan mendekat.. aku mohon menjauhlah“. Dia
sedikit terkejut dengan teriakanku. “ Hei.. kamu tidak apa apa?” tanyanya
sembari menyentuh lenganku. “ Pergi..pergi..jangan sentuh aku jangan sentuh
aku, pergi aku mohon pergi..” teriakku dengan isak tangis. Aku mulai
melemparkan barang yang ada di sekitarku. Aku tidak bisa mengendalikan diriku
sekarang. Sekelebat ingatan terlintas di pikiranku. “ Almira.. ikut keruangan ibu
sekarang juga” itu suara Bu Indah.
Aku
merenung mengenai kejadian tadi pagi. Selepas dari ruangan Bu Indah aku
memutuskan untuk beristirahat di rumah, beruntung beliau mau mengerti. Sudah
kuputuskan, aku akan membujuk kakak agar diperbolehkan untuk homeschooling atau
tinggal saja dengannya di Paris. Lelah, lelah sekali dengan kehidupanku saat
ini. Mulai dari kejadian yang menimpa keluargaku hingga kejadian pelecehan 5
tahun lalu. Perlahan air mata mengalir dipipi. Aku tidak bisa menahannya,
selama ini rasa sesak itu selalu kusimpan sendiri.
Pagi
telah kembali, aku berdiam diri menikmati udara yang berhembus. Mungkin akan lebih
baik untuk seperti ini saja, menghindari dunia luar dengan berdiam diri di rumah.
Suara dering telepon membuyarkan lamunanku. Menghembuskan napas kasar, baru
saja kakak menceramahiku di telepon. Dia mendapat laporan aku bolos sekolah 3
hari ini. Iya aku tidak tahu harus melakukan apa selain menenangkan diri.
Memang sejak malam itu banyak notifikasi yang masuk, hingga pagi ini saja sudah
ribuan. Aku membiarkannya saja, lebih baik pergi ke rumah sakit untuk menemui
ibu.
Malam
telah datang, terdengar suara notifikasi beruntun muncul. Penasaran, akhirnya
aku mencoba mengeceknya. Terkejut, sudah 3 hari ini hampir semua teman kelas mengirimkanku
pesan. Aku masih bisa melihat pesan dari Fahri yang menyuruhku untuk membuka
grup kelas. Sebuah video dengan caption maafkan kami, aku membukanya. Ini
lapangan sekolahku, aku tidak tau apa ini. Terlihat semua siswa berbaris dengan
menjunjung tinggi kertas juga dengan guru guru yang ada disana. Terharu, aku
meneteskan air mata melihat ini semua. Mereka semua mengucapkan kalimat maaf
dan juga menyemangatiku. Mulai dari kelas 10, kelas 11 dan juga kelas 12.
Terakhir Fahri berdiri tegap melangkah maju ke depan mengatakan sesuatu.
Dering
telepon membangunkanku dari mimpi, ini masih pukul 2 pagi. Perasaanku
mengatakan akan ada sesuatu. Aku terburu buru pergi ke rumah sakit dengan Pak Maman
supir pribadiku. Sesampainya disana, aku langsung bertanya kepada perawat apa
yang terjadi. Bruk..tubuhku terjatuh lemas di atas lantai. Ini tidak mungkin
terjadi, aku menerobos pintu untuk melihat seseorang yang terbaring di sana.
Pupus sudah, sekarang aku benar benar hidup sendiri.
Pagi
telah kembali, aku terduduk lemas menatap jendela. Aku menatap yakin dengan
benda kecil yang ada ditanganku ini. Perlahan aku menggoreskan di pergelangan
tangan. Brak.. pintu kamar terbuka dengan lebar, aku terkejut. “ Apa yang kamu
lakukan? kamu gila” ujar Fahri. “ Itu bukan urusanmu, kamu tidak tahu apa apa.
Jadi tolong jangan halangi aku ” jawabku dengan penekanan. Dia berusaha merebut
benda ditanganku “ Dengan tindakan kamu yang seperti ini itu tidak akan membuat
semuanya kembali. Tolong hargai hidupmu sendiri”. Prang.. benda tadi kujatuhkan begitu saja. Aku menekuk lutut
dengan isak tangis.
Aku
berjalan membawa sepucuk surat untukku kurimkan di sana. Aku sangat beruntung
masih memiliki kakakku di dunia ini dan sempat bertemu seseorang di sana. Meskipun
aku kecewa dengan ibu yang memutuskan bunuh diri. Aku pernah memohon kepada
Tuhan agar di kirimkan sesosok malaikat ke bumi namun tidaklah kusangka takdir akan
mendengarnya. Selama ini aku terlalu berkutat dengan masa lalu tanpa berpikir
kisahku belum berakhir. Aku sungguh menyesal, mengapa diri ini tidak bisa diandalkan
oleh dirinya sendiri. Kini aku bertekad semua yang lalu akan aku simpan saja
nanti, terlahir sebagai orang baru mungkin bukan ide yang buruk.