Menjadi Engineer Yang Mencerahkan

   Sebagai seorang muslim pastinya sudah tidak asing dengan ungkapan manusia adalah khilafah di muka bumi. Dalam diskusi-diskusi tematik atau ceramah-ceramah keagamaan bahasan tersebut sering menjadi pokok pembahasan. Bukan tanpa alasan, memang yang demikian itu merupakan firman Tuhan.

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al Baqarah ayat 30).

   Dalam ayat tersebut selain ungkapan bahwa manusia adalah khilafah di muka bumi ada ungkapan lain yang tidak kalah benarnya. Yaitu ungkapan tentang manusia yang akan menimbulkan kerusakan yang nyata di muka bumi serta menumpahkan darah. Ketika kita tengok kebelakang, bukankan hal tersebut relevan dengan kondisi saat ini. Berapa banyak tragedi kemanusian yang menyebabkan pertumpahan darah dan tidak sedikit pula bencana alam yang terjadi sebenarnya juga akibat ulah tangan manusia. Tuhan memang tidak membatasi tindakan manusia dan batasannya adalah kemampuannya sendiri. Namun Tuhan memberlakukan hukum sebab akibat kepada mahluknya. Dengan demikian, ada benarnya jika bencana yang selama ini terjadi ada campur tangan ulah manusia. Sebagai contoh adalah banjir yang sebabnya sering di kaitkan dengan ulah manusia yang sering menggunduli hutan dan menutup tanah dengan beton-beton bangunan.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Ar Rum ayat 41).

Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya,

  Benar adanya memang telah banyak kerusakan yang disebabkan tangan manusia-manusia serakah. Mereka menggunduli hutan, meninggalkan lubang-lubang bekas galian tambang, mengkorupsi proyek sehingga proyeknya gagal, mencemarkan sungai dan lingkungan dengan industri yang mereka buat. Seolah tanpa rasa bersalah mereka terus berpindah pindah dalam membuat kerusakan. Hal tersebut juga menunjukan penurunan moralitas dari manusia-manusia. Mereka hanya peduli dengan kantong saku mereka tanpa peduli dengan keberlangsungan hidup orang lain dan lingkungan. Menurut data dari WALHI Banjir besar yang terjadi di Kalimantan Selatan yang terjadi sejak 09 Januari 2021, telah melumpuhkan 10 kabupaten kota. Merenggut 15 korban jiwa, ratusan ribu orang terdampak dan terpaksa mengungsi, belum termasuk kerugian ekonomi yang harus ditanggung warga. Pada 2019, BNPB menyebutkan bahwa selama kurun waktu 20 tahun terakhir, 98 persen kejadian bencana di Indonesia adalah bencana hidrometeorologis. Banjir, longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan dan lahan bergantian mengikuti cuaca ekstrem yang terjadi. BNPB juga menyatakan bahwa Indonesia sudah berada dalam situasi darurat ekologis. Terang, bencana yang terjadi dipicu kerusakan lingkungan hidup yang semakin masif.

  Data yang diolah Walhi Kalimantan Selatan menyebutkan dari 3,7 juta hektar luasan wilayah Kalimantan Selatan, hampir 50 persen merupakan lahan tambang dan perkebunan sawit. Sudah bukan rahasia umum, telah lama wilayah ini dikenal surganya pebisnis tambang emas hitam. Tercatat 157 perusahaan tambang batubara di Kalimantan Selatan dengan 814 lubang tambang. Hutan di Kalimantan Selatan terus menyusut dari waktu ke waktu, daya dukung dan tampung lingkungan hidup semakin merosot dan berakhir pada bencana ekologis. UU Minerba dan UU Ciptaker yang akan semakin menuai bencana ekologis dan krisis iklim.[1] 

  Ada beberapa contoh kasus musibah akibat kesalahan manusia. Seperti contohnya kasus Lumpur Lapindo yang di akibatkan oleh pelanggaran kode etik insinyur yang efeknya belum dapat teratasi sampai sekarang. Puluhan ribu orang dirugikan dalam kasus itu. Contoh lain adalah rubuhnya jembatan kukar yang mengakibatkan 23 orang tewas dan 13 orang hilang.

Lalu apa peran kita sebagai engineer?

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran 104).

   Tugas manusia di muka bumi ialah untuk menjadi pemimpin di muka bumi, untuk memakmurkannya. Memakmurkan, baik dalam arti kesejahteraan atau ketaatan kepada Allah SWT. Tugas sebagai Khalifah Allah, berarti menjadi wakil Allah untuk mewujudkan kerahmatan-Nya di muka bumi. Bermanfaat untuk orang lain dan selalu menyeru kepada kebenaran. Sebagai seorang engineer kita yang memiliki peran dalam mengembangkan teknologi. Seorang engineer yang memberikan pencerahan, memberikan solusi-solusi problematika sosial. Menemukan teknologi-teknologi yang mencerahkan kehidupan bangsa serta ramah lingkungan. Membangun untuk memajukan negeri, membersamai yang lemah. Janganlah kita menjadi kontaktor atau pemborong yang menghalalkan segala cara lalu tidak mempedulikan hak-hak orang lain, merusak alam seenaknya hanya karena urusan memperbesar keuntungan usaha. Oleh karena itu karakter seorang engineer muslim haruslah selalu tertanam dalam pikiran masing-masing seorang engineer.

  Dalam kode etik insinyur terdapat prinsip-prinsip dasar yaitu mengutamakan keluhuran budi., menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Tuntutan sikap yang harus dijalankan oleh seorang insinyur yang menjunjung tinggi kode etik seorang insinyur yang professional yaitu senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, senantiasa bekerja sesuai dengan kompetensinya., hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan, senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya, senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing, senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi, Senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalnya.[2]

“hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (An Nisa ayat 9)

   Agaknya kita perlu memikirkan nasib generasi setelah kita. Jangan biarkan generasi setelah kita hidup dalam dunia kesuraman akibat krisis iklim berkepanjangan. Rantai-rantai ketidakbenaran harus segera di putus. Teknologi-teknologi yang ramah lingkungan harus terus di kembangkan.



Author:
Rohmad (Mahasiswa FT UMS)

[1] https://www.walhi.or.id/darurat-ekologis

[2] https://dinaardyani.wordpress.com/2017/12/31/etika-profesi-seorang-engineer-insinyur/


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama