Belakangan di Indonesia
sering terjadi bencana gempa bumi, karena itu sangat disarankan bagi masyarakat
untuk memilih konstruksi bangunan tahan gempa, ketika akan membangun hunian
ataupun bangunan lainnya. Bangunan tahan gempa akan memperkecil kerugian yang
di derita, ketika bencana terjadi dan akan memberikan keamanan lebih.
Salah satu penyebab
besarnya kerusakan yang terjadi setelah bencana gempa adalah struktur bangunan
yang tidak sesuai dengan standar keamanan gempa bumi. Tak hanya menyebabkan
kerugian materiil yang besar, kerusakan bangunan yang terjadi ketika gempa juga
membuat lebih banyak korban jika. Untuk meminimalkan korban dan kerugian
materiil saat terjadinya gempa, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah
membangun bangunan tahan gempa. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan
saat membangun bangunan tahan gempa.
Struktur
Bangunan Tahan Gempa
Konstruksi bangunan
tahan gempa adalah bangunan yang bisa merespon gempa, dengan sikap bertahan
dari keruntuhan dan bersifat fleksibel untuk meredam getaran gempat. Bangunan
tahan gempa merupakan bangunan yang dirancang dan diperhitungkan secara
analisis, baik kombinasi beban, penggunaan material, dan penempatan massa
strukturnya.
Ciri-ciri fisik bangunan tahan
gempa adalah memilik struktur sistem penahan gaya dinakik gempa, memiiki sistem
penahan gempa, dan konfigurasi strukturnya memenuhi standar anti gempa. Jika
Ingin membangun bangunan tahan gempa, Anda harus berkonsultasi terlebih dahulu
dengan perusahaan jasa konstruksi berpengalaman sehingga hasilnya maksimal.
Hal yang
Perlu Diperhatikan Ketika Membangun Bangunan Tahan Gempa
Dalam membangun bangunan komersil maupun hunian tahan gempa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dengan baik. Setidaknya ada 3 hal utama yang harus Anda perhatikan, yaitu pondasi, beton, dan beton bertulang.
1. Pondasi
Merupakan bagian penting dari struktur sebuah bangunan. Pondasi berada paling bawah dan berfungsi menyalurkan beban ke tanah. Karena itu, pondasi harus diletakkan ke tanah dengan keras. Kedalaman minimum untuk pembuatan pondasi adalah 60 hingga 80 cm. Untuk faktor akurasi dari kedalaman ataupun jenis pondasi, dapat ditempuh dengan melakukan uji sondir tanah pada lokasi yang akan dibangun bangunan. Setelah laporan sondir diterbitkan, dilanjutkan dengan proses perhitungan struktur bangunan oleh ahli sipil/ konstruksi untuk menentukan kedalaman dan komponen tulangan struktur bangunan.
2. Beton
Merupakan bagian umum
yang dipakai untuk bangunan. Beton dibuat dengan mencampur pasir halus,
kerikil, dengan air dan semen. Penggunaan beton pada bangunan sudah umum, tapi
dalam bangunan anti gempa beton harus dibuat kokoh dengan standar baku sehingga
lebih aman.
Beton merupakan campuran
semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus (pasir), agregat
kasar (kerikil), dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture)
membentuk massa padat. Beton yang banyak digunakan saat ini adalah beton
normal. Beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi 2200 – 2500 kg/m3
menggunakan agregat alam yang dipecah (SNI 03-2834- 2002). Kelebihan utama
beton adalah memiliki kuat tekan yang tinggi tetapi kuat tarik yang dimilikinya
rendah. Untuk mengatasi kelemahannya terhadap tarik maka beton dikombinasikan
dengan baja tulangan, sehingga menjadi beton bertulang, yang mana baja tulangan
berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yang berhubungan dengan mutu dan keawetan yang tinggi sesuai dengan yang diinginkan dan direncanakan. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan yang dapat mempengaruhi kuat tekan beton adalah:
- faktor air semen,
- umur beton,
- jumlah dan jenis semen,
- sifat agregat, dan
- kelecakan (workability).
- Metode DOE (Department of Environment),
- SNI 03-2834-2000,
- Metode ACI (American Concrete Institue),
- Metode British Standard, dan
- Metode Dreux
3. Beton bertulang
Hal satu ini merupakan
bagian penting dalam membuat rumah tahan gempa. Dengan menggunakan besi beton
dan diseluti oleh beton (pasir halus, kerikil, dengan air dan semen).
Penggunaan alat bantu seperti vibrator atau molen sangat disarankan, untuk
menghasilkan beton bertulang kualitas tinggi.
Menurut
SNI 03-2847-2002, tulangan yang dapat digunakan pada elemen beton bertulang
dibatasi hanya pada baja tulangan dan kawat baja saja. Baja tulangan dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu baja tulangan polos (BJTP) dan baja tulangan ulir atau
deform (BJTD). Tulangan polos biasanya digunkan untuk tulangan
geser/begel/sengkang dan mempunyai tegangan leleh (fy) minimal sebesar 240 MPa
sedangan tulangan ulir atau deform digunakan untuk tulangan longitudinal atau
tulangan memanjang, dan mempunyai tegangan leleh (fy) minimal 300 MPa. Baja
tulangan hanya diutamakan untuk menahan beban tarik pada struktur beton
bertulang, sedangkan beban tekan yang yang bekerja cukup ditahan oleh betonnya.
Demikian pemaparan tentang pentingnya bangunan dengan struktur tahan gempa, dengan mempertimbangkan faktor pondasi, beton dan beton bertulang.