Wadas adalah sebuah nama desa asri yang mana kehidupan masyarakatnya bergantung pada kekayaan alam di desa tersebut. Sebuah desa surga bagi masyarakat Kec. Bener, Kab. Purworejo, Jawa Tengah. Namun, sejak tahun 2018 tepatnya ketika keluar Perpres No. 56 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pelaksaan Proyek Strategis Nasional. Bendungan Bener yang terletak di Desa Guntur dan hanya berjarak ±10 KM dari Desa Wadas digadang-gadang akan menjadi mega proyek bendungan tertinggi di Indonesia.[1] Bahkan Bendungan Bener nantinya akan menjadi bendungan tertinggi kedua di Asia Tenggara yang tentunya membutuhkan Sumber Daya Alam yang banyak dalam pembuatannnya, diantaranya adalah Batuan Andesit. Batu Andesit merupakan salah satu batu dengan tingkat kekerasan yang terbilang amat keras dan cocok digunakan dalam pembangunan struktur Bendungan Bener yang nantinya digadang-gadang menjadi bendungan terbesar kedua di Asia Tenggara. Namun, sangat disayangkan bahwa batuan andesit yang dibutuhkan harus ditambang di tempat itu juga, yaitu Desa Wadas yang terlelak ±10 KM dari Desa Guntur, tempat Bendungan tertinggi di Indonesia nantinya dibangun. Dalam menambang batuan tersebut, pastinya akan berdampak terhadap kehidupan masyarakat Wadas yang sudah lama bergantung pada kekayaan alam Desa Wadas.
Lalu, apakah kita bangga memiliki bendungan tersebut? Dalam membuat
suatu proyek, baik proyek kecil hingga proyek mega sekalipun perlu dan harus
membuat pertimbangan yang matang. Mulai dari pembuatan AMDAL hingga pembuatan analisis
yang perlu dan harus dilakukan untuk mendukung sebuah pembangunan bahkan hingga
penerbitan izin lingkungan yang perlu ditunaikan dan dibuat sebagai mana
mestinya dan sepatutnya dibuat. Namun,
dalam proses pembuatan AMDAL, masyarakat tidak sama sekali dilibatkan dalam
menyusun dokumen AMDAL. Seharusnya masyarakat berhak dan wajib ikut serta
terlibat dalam perumusan AMDAL tersebut. Tetapi, fakta yang terjadi di lapangan
dan berdasarkan film dokumenter yang dibuat tim WatchDoc yang berjudul
"Wadas Waras" masyarakat sama sekali diabaikan dalam membuat AMDAL
tersebut, padahal nantinya yang akan langsung terkena dampak dari pembangunan
tersebut adalah masyarakat Wadas itu sendiri. Lalu juga, masyarakat tidak mendapatkan
informasi mengenai rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan, masyarakat tidak dapat menyampaikan saran, pendapat atau
tanggapan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak bagi lingkungan
tersebut. Masyarakat juga tidak dapat terlibat dalam proses pengambilan
keputusan terkait dengan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan atas rencana
usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan.[2]
Walaupun proyek bendungan ini sudah ada sejak 2018, namun isu ini seakan memuncak ketika tahun 2021 lalu, tepatnya 23 April 2021 ketika para polisi bersenjata memenuhi jalanan Desa Wadas dan warga menolak akan adanya tambang di Desa Wadas yang mana akan mematikan kehidupan masyarakatnya. Namun sangat disayangkan, bencana telah menjadi sebuah bencana pada saat itu, masyarakat yang tergabung dalam aliansi GEMPADEWA, Wadon Wadas, dsb. terinjak, dipukul dan ditarik tanpa sebab demi memperjuangkan aspirasinya yang selama 3 tahun lamanya mulai dari 2018 hingga 2021 tidak pernah digubris dan diikutsertakan dalam mega proyek tersebut.[3] Setelah kejadian itulah tagar #savewadas #wadasmelawan #savebumiwadas kian hari makin melejit tinggi. Berbagai pergerakan untuk menjaga bumi Wadas semakin hari semakin banyak gelombang masanya. Mulai dari para masyarakat wadas, LBH yang menaungi Masyarakat Wadas, Para Pers di Yogyakarta, dan para pejuang pejuang hak asasi manusia yang semakin hari menolak keras atas perbuatan dzolim yang dilakukan para pemangku kebijakan atas bumi Wadas. Baahkan, jauh sebelum tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepada masyarakat Wadas, pada tanggal 7 Juni 2021 telah terbit izin penetapan lokasi seperti yang tercantum dalam SK Gubernur Jawa Tengah No. 590/41/2018. Akan tetapi, dengan terbitnya SK ini dapat disimpulkan bahwasannya aspirasi warga yang selama ini menolak nyata terhadap proyek tersebut seakan diabaikan.[4]
Sejak saat itu hingga sekarang, banyak kajian-kajian yang diadakan oleh
para aktivis, para pers, para kaum intelek guna membahas persoalan Wadas hingga
WatchDoc yang merupakan rumah produksi atau audio visual yang didirikan
oleh 2 jurnalis, yaitu Andhy Panca dan Dhandy Laksono[5] membuat sebuah film
dokumenter terkait Wadas dan rilis pada tanggal 28 Oktober 2021 lalu. Dengan
adanya film tersebut sebagai salah satu film dokumenter terbaik menurut saya
untuk mengungkap dosa-dosa proyek Bendungan Bener. Oleh karena itu, kita
sebagai mahasiswa, aktivis, masyarakat umum, pedagang, buruh dan seluruh elemen
masyarakat sudah seharusnya saling menolong dan tetap mengawal perjuangan
teman-teman kita yang berada di Wadas. Sebagai salah satu bentuk aksi
solidaritas akan bobroknya rezim ini dalam mengelola kehidupan masyarakatnya.
Salam perjuangan,
#WadasMelawan #SaveWadas # CabutIPLWadas #
WadonWadasBerdaulat
Keren mas👍
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus#SaveWadas
BalasHapus