Kebijakan Kampus bukan Implementasi Kisah Cinta Roro Jonggrang

    Proyek pertama adalah suatu kebanggaan umat manusia atas pencapaiannya dalam berkehidupan. Seperti halnya menemukan spesies baru dalam dunia flora maupun fauna. Suatu pencapaian yang luar biasa akan keberlangsungan kehidupan manusia. Lalu, apakah dalam terciptanya proyek tersebut hanya berlangsung sesaat dan tanpa melalui berbagai pertimbangan serta percobaan berkali-kali bahkan penolakan yang beragam dari pihak-pihak yang kontra akan suatu penemuan yang barud dan tentunya proyek tersebut tidak dapat langsung diterapkan dan dikomersilkan.

    Seperti halnya sistem pembaruan dalam dunia pendidikan, beragam dan amat sistematis. Tak lain dan tak bukan untuk menghasilkan bibit-bibit generasi penerus bangsa yang seperti halnya dicita-citakan. Lalu, yang jadi pertanyaan, cita-cita siapa yang diinginkan dan dikabulkan? Cita-cita pemegang kekuasaan tertinggi? Cita-cita dari seorang pemegang saham terbesar dalam ranah pendidikan, entah ketua yayasan atau lain sebagainya? Atau cita-cita luhur bangsa atas penerusnya kelak? Kembali lagi kepada konteks berjalannya sebuah sistem. Idealnya sebuah sistem seperti halnya sistem komputer dibuat oleh penemu serta orang-orang yang dibelakang layar, sistem grub FJB dibuat oleh admin-admin grup guna terciptanya kelancaran forum tersebut. Lalu, sistem pendidikan yang mana setiap jenjang berbeda, setiap instansi kadang berbeda. Ada pada lembaga pendidikan tertentu muridnya diberi kebebasan untuk berekspresi, dan tak mesti di lembaga pendidikan yang lain mencanangkan hal serupa. 

   Problematik ini bermula ketika adanya peluncuran sistem baru kepada mahasiswa di salah satu perguruan tinggi islam pra ujian akhir semester. Pencanangan sistem pengetesan keimanan mahasiswa oleh sebuah pencapaian baru dan sistem baru yang hanya bermodal keinginan belaka tanpa kepastian dalam langkahnya dan pertimbangan yang matang. Proyek pertama lembaga pendidikan dalam menerapkan keinginannya demi menciptakan mahasiswa yang lebih baik dan progresif yang tak diimbangi dengan langkah pasti dan perencanaan yang matang tentunya tak lain akan membatasi kebebasan berekspresi dan berkembang seseorang. Mengapa? Karena tak jauh tentang hidup manusia yang harus tunduk dan patuh pada sistem yang berlaku. Thomas dalam penemuan lampu harus berkali-kali gagal sebelum ia komersilkan, apa mungkin sebuah sistem pendidikan yang hanya bermodal keinginan semu dan persiapan yang kurang matang dapat menciptakan tujuan luhur pendidikan itu sendiri? Seperti bermimpi membaca kisah cinta Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso yang menciptakan ribuan candi dalam semalam, sebuah kisah fiktif yang tak bisa diimplementasikan dalam kehidupan nyata dan dalam sebuah sistem. Oke jika sistem tersebut merupakan uji coba, lalu apakah uji coba itu tak diimbangi dengan pengawasan serta kelonggaran atas apa yang dijalani dari sistem tersebut? Semoga dari tulisan carut marut ini adalah sebuah propaganda untuk semua yang membaca demi bersama-sama mewujudkan nilai luhur dari pendidikan itu sendiri. Menciptakan kebebasan berekspresi atas segala dasar kebaikan.


Penulis : Lamalif

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama