Aku
hidup diatas Utopia
Benar kata Cholil “mau
bagaimanapun lirik lagu dibuat teriris-iris, selagi yang mendengarkan tidak ada
kesadaran untuk tergerak. Tak akan pernah bergerak”.
Sejauh apapun kita
berharap kepada manusia, bahkan telah teriring laku serta keringat, selagi yang
diharapkan tak kunjung selesai dengan dirinya. Tak akan pernah ada manifestasi
yang terwujud.
Kadang juga perayaan atas
segala peran panjang yang tak berujung perlu, sebagai refleksi, sebagai
intermezzo atas segala luka yang diterima dalam menanam serta memupuk harapan
kepada orang lain.
Getir, namun itulah yang
terjadi. Macam tersayat oleh realita yang dibangun diatas utopia. Sebuah
ambiguitas yang nyata, namun tetap menjadi putih dalam gelap.
Kepada ia yang tetap
berjalan diatas utopia dan segala macam kata gantinya, bertahanlah, tak apa
sesekali mengakui ringkih di persimpangan. Biarkan ia tetap menanam ditengah
gurun, macam oase dalam mahsyar, selama roh masih bersemayam, bertahanlah,
berjuanglah!
Pada akhirnya, dalam diam
ia akan tetap menjadi logam bagi godam. Dalam gelap ia akan tetap menjadi warna
yang ia yakini. Kala sepi ia akan menjadi protagonis dalam arena. Bertahanlah,
walau kita yakin, bertahan adalah bentuk cinta
terliar yang di amini.
Penulis: Lamalip