“Kami nggak
ingin sekadar menyumbang alat. Kami ingin alat ini benar-benar dipakai,
menyelesaikan masalah, dan bisa diteruskan ke UMKM lainnya.”– Tim PKM Slice Bin Table
Di tengah hiruk-pikuk rutinitas kampus, ada sekelompok mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang memilih untuk turun ke lapangan.
Mereka bukan sedang melakukan survei biasa, melainkan mencari masalah nyata
yang selama ini tersembunyi di balik dapur-dapur kecil para pelaku UMKM. Dari
sana, mereka menciptakan Slice Bin Table sebuah inovasi meja
multifungsi yang tidak hanya membantu kerja para pelaku usaha, tetapi juga
menjadi simbol kepedulian mahasiswa terhadap ekonomi akar rumput.
Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini beranggotakan mahasiswa dari
beberapa prodi. Mereka memulai langkahnya dengan satu pertanyaan sederhana:
bagaimana menciptakan alat bantu kerja yang sesuai dengan kebutuhan riil di
UMKM?
Jawabannya membawa mereka ke Desa Kerten, Boyolali tepatnya di UMKM
rambak kulit Hj. Siti Romlah, yang sejak 1998 memproduksi olahan kulit sapi dan
kerbau. Di sana, mereka melihat langsung bagaimana proses pemotongan masih
dilakukan secara tradisional: tanpa meja khusus, tanpa penampung limbah, dan
tanpa perlindungan keselamatan kerja.
“Banyak pekerja yang duduk terlalu rendah, membungkuk terlalu lama,
bahkan sering terkena pisau saat bekerja. Semua dilakukan manual,” kata salah
satu anggota tim.
Namun di balik semangat mereka, tantangan teknis tak bisa dihindari. Tim mengaku sempat
kesulitan menentukan tools tambahan yang tidak hanya fungsional tetapi
juga menunjang aspek K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). “Owner minta alat
yang lebih aman, jadi kami harus berpikir bagaimana mengintegrasikan
perlindungan operator langsung ke desain meja,” cerita mereka.
Dalam proses desain pun, mereka belajar menggunakan software
SolidWorks, melakukan simulasi pemakaian, dan bahkan menghitung estimasi
dampaknya terhadap produktivitas. Mereka mencatat bahwa setelah alat digunakan,
produktivitas berpotensi meningkat sebesar 20% dari 4 kg/jam menjadi 4,8
kg/jam, dan tingkat kecelakaan kerja turun hingga 100% dari 20 kasus per bulan
menjadi hampir nol.
Bagi tim PKM, keberhasilan inovasi ini bukan hanya soal alat yang jadi.
Tapi seberapa dalam mereka bisa memahami mitra. Melalui interaksi dengan
pekerja perempuan, banyak di antaranya adalah janda yang menjadi tulang
punggung keluarga, mereka menyadari bahwa inovasi sosial dimulai dari empati.
“Rasanya beda saat kita tahu alat ini bisa mempermudah hidup orang lain,
meski cuma sedikit,” kata salah satu mahasiswa.
Mereka juga menyiapkan pelatihan bagi para pekerja: mulai dari cara
menggunakan meja secara ergonomis, pentingnya posisi tubuh yang benar, hingga
menjaga kebersihan alat dan area kerja. Bahkan, simulasi penggunaan meja dan
sesi tanya-jawab disiapkan untuk memudahkan transisi.
Saat ini Slice Bin Table masih dalam tahap fabrikasi dan
dijadwalkan untuk uji coba pada akhir Agustus. Tapi tim sudah menyiapkan
rencana lebih jauh: replikasi alat ini di UMKM serupa, terutama di bidang
pemotongan buah, sayur, hingga skala rumah tangga.
Selama perjalanan PKM, tim belajar satu hal penting: inovasi yang
efektif harus lahir dari kebutuhan nyata. Observasi langsung, komunikasi
terbuka, dan kolaborasi erat dengan mitra adalah kunci keberhasilan program
mereka.
Mereka tak hanya membawa pulang laporan kegiatan, tapi juga pengalaman
nyata tentang makna kolaborasi, nilai sosial dalam wirausaha, dan pentingnya
teknologi tepat guna.
Dengan semangat
keberlanjutan, tim berharap inovasi ini membawa dampak jangka panjang.“Kami ingin UMKM Hj. Siti
Romlah tidak hanya bertahan, tapi juga tumbuh menjadi inspirasi bagi pelaku
usaha kecil lainnya. Semoga Slice Bin Table bisa jadi salah satu langkah kecil
menuju itu.”– Tim PKM Slice Bin Table
Penulis : Novita Syahrul Ayu Lestari